main-logo
header-image-18539
author-avatar-18539

Ditinjau oleh

dr. Andri Welly, Sp. OG, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi

Diterbitkan 8 Apr 2022

share-icon

100


Di Indonesia, pernikahan di umur remaja banyak terjadi. Alasannya beragam, tetapi yang paling banyak adalah karena tradisi dan cara pandang masyarakat, khususnya di daerah pedesaan.





Dilansir dari liputan6.com, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Plan Internasional, sebanyak 38% remaja wanita di Indonesia menikah di bawah usia 18 tahun. Lalu, berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2018, kurang lebih 16 juta remaja perempuan berusia 15-19 tahun hamil setiap tahunnya di negara berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pernikahan dan kehamilan di usia remaja terbilang cukup tinggi.





Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Semua berawal dari aktivitas seksual dini pada masa remaja.





Adanya aktivitas seksual dini selama masa remaja dapat menyebabkan kehamilan remaja, yang mungkin tidak diinginkan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diingankan pada ibu dan janin. Angka kejadian kehamilan remaja secara keseluruhan adalah sebesar kurang lebih 10% dari seluruh kehamilan. Namun satu studi penelitian di Brasil menjabarkan bahwa tingkat kehamilan remaja di Brazil sebesar 26%. Komplikasi utama bagi ibu dan bayi adalah hipertensi yang timbul saat kehamilan, persalinan prematur, berat badan lahir rendah, terjangkitnya infeksi menular seksual.





BACA: Apa itu Kehamilan Risiko Tinggi dan Penyebabnya?





  1. Risiko kematian




Hamil usia remaja sangat tinggi risiko kematiannya. Dikutip dari sehatnegeriku.kemkes.go.id, persalinan pada wanita di bawah usia 20 tahun berisiko kematian neonatal, bayi, dan balita. 





Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukan bahwa angka kematian neonatal, postneonatal, bayi dan balita pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan pada ibu usia 20-39 tahun.





Hal ini bisa terjadi karena remaja masih sangat minim pengetahuan dan pendidikan tentang kesehatan reproduksi. Selain itu, kesiapan fisik, mental, dan sosial juga belum sepenuhnya matang sehingga memperbesar risiko kematian bayi atau ibunya sendiri. Dalam hal ini, jika terkait kondisi fisik, yang seringkali menjadi faktor risiko adalah kondisi anemia yang sering timbul pada remaja, sehingga risiko untuk perdarahan pada saat persalinan akan menjadi meningkat, sejalan dengan meningkatnya risiko kematian pada ibu dan janin/ bayi.





  1. Kelahiran prematur dan Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR)




Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, di usia remaja, organ reproduksi dan kondisi kesehatan wanita masih belum sepenuhnya matang. Hal ini bisa mengakibatkan kelahiran bayi prematur yang diikuti dengan kondisi bayi dengan berat badan lahir yang rendah. Faktor risiko untuk timbulnya hal tersebut adalah kondisi anemia pada remaja, status gizi remaja, merokok pada usia remaja, rendahnya kesadaran untuk mengkonsumsi diet yang seimbang serta multivitamin tambahan.





Selain itu, bayi yang lahir dari ibu remaja terutama pada persalinan prematur, juga berdampak mengalami gangguan pencernaan, gangguan pernapasan, gangguan imunitas, gangguan hormonal, gangguan pengaturan suhu. Untuk jangka panjangnya bayi bisa terkena cerebral palsy, yaitu kelainan permanen pada otak. Cerebral palsy juga memengaruhi perkembangan motorik dan postur tubuh, retardasi mental, dan gangguan tumbuh kembang.





  1. Kesehatan fisik yang buruk




Menurut WHO (2018) remaja perempuan yang hamil di usia 10 - 19 tahun bisa menghadapi risiko preeklamsia-eklampsia, endometritis masa nifas yang lebih tinggi, dan serta infeksi sistemik daripada wanita berusia 20-24 tahun. 





Kondisi tersebut didasari karena remaja lebih mengabaikan kesehatan mereka saat merawat bayi, tidak mengetahui cara diet (pola makanan sehat), dan cenderung lebih gemuk atau terlalu kurus, rendahnya kesadaran mengkonsumsi multivitamin tambahan. Atau seringkali karena sudah terjadi kehamilan, yang mungkin suatu kehamilan yang tidak diinginkan atau bahkan telah ada upaya untuk mengakhiri kehamilan, yang nantinya akan berakibat terhadap kondisi kehamilan selanjutnya. 





  1. Kurangnya perawatan prenatal




Biasanya, kehamilan remaja banyak terjadi pada orang-orang dengan ekonomi dan pendidikan yang rendah dan seringkali merupakan suatu kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy). Maka dari itu, banyak dari remaja yang hamil tidak mendapatkan perawatan prenatal yang tepat. Terutama jika tidak mendapat dukungan dari orang tua.  





Perawatan prenatal saat hamil sangat penting, apalagi di bulan-bulan awal kehamilan.  Perawatan prenatal mencakup pemeriksaan rutin ibu dan bayi, memantau pertumbuhan bayi, dan penanganan komplikasi yang muncul.  





Selain itu, perawatan prenatal juga harus mengonsumsi vitamin prenatal dengan asam folat untuk mencegah cacat lahir tertentu seperti cacat tabung saraf.





  1. Masalah psikis




Kurangnya kesiapan mental dan kurangnya adaptasi pada lingkungan bisa memicu kesehatan psikis, seperti baby blues. Pada kondisi ini, sang ibu bisa saja menelantarkan si buah hati karena tidak siap dengan kehadirannya. 





Menurut Dr. Sandra Beirne selaku anggota dari American Medical Women’s Association yang juga seorang dokter anak di Shiprock, New Mexico mengatakan bahwa wanita yang hamil di usia remaja akan mengalami postpartum blues yang berisiko dua kali lebih tinggi dibandingkan di usia dewasa. 





BACA: Beberapa Faktor Risiko Kehamilan Ektopik





Umur Berapa Sebaiknya Hamil? 





infeksi kehamilan




Usia tepat untuk hamil sangat bergantung pada kondisi Bunda dan pasangan. Terlalu muda, belum tentu tubuh dan materi siap untuk melahirkan anak. Namun, kalau terlalu tua, ada ketakutan program hamil akan sulit dijalankan.





Meski begitu, sebagian besar ahli dan ibu sama-sama setuju bahwa tidak ada usia yang sempurna untuk hamil.  Wendy C. Goodall McDonald, MD, seorang obgyn di Chicago, Illinois mengatakan perempuan yang hamil sebelum usia 20 memiliki risiko yang rendah terhadap komplikasi kehamilan seperti diabetes gestasional dan hipertensi. 





 "Namun, ironisnya, tingkat preeklampsia paling tinggi pada usia ekstrem—remaja dan wanita berusia akhir 30-an dan awal 40-an. Selain itu, masalah finansial juga akan kali mendera perempuan yang sudah memiliki anak sebelum usia 20 tahun," jelas Dr. McDonald. 





Jelas, hamil muda tidak ideal untuk sebagian besar wanita, tetapi tidak dapat disangkal bahwa usia ini adalah yang paling subur. Namun, saat optimal bagi seorang wanita untuk hamil adalah ketika dia siap, baik secara fisik, emosional, mental, dan finansial. 





BACA: Hamil di Usia 35 Tahun? Kenali Kehamilan Usia Lanjut dan Risikonya






Sumber





Williams Obstetric 25th ed.





Complications in adolescent pregnancy: systematic review of the literature. 2015. PMID: 26061075





Kementerian Kesehatan. 2017. Inilah Risiko Hamil di Usia Remaja





WHO. 2020.  Adolescent Pregnancy





Healthline. 2018. Teenage Pregnancy





Parents. The Best Age to Get Pregnant





Liputan6. 2015. Ini Penyebab Maraknya Pernikahan Dini


Punya pertanyaan lain?

Tanyakan kepada dokter di aplikasi! Gratis!

Unduh aplikasi

Punya pertanyaan lain?

Tanyakan kepada dokter di aplikasi! Gratis!

Unduh aplikasi
footer-main-logo
appstore-logogoogleplay-logo
appstore-logogoogleplay-logo

Layanan Pengaduan Konsumen
PT Asa Bestari Citta
feedback@diarybunda.co.id

Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen Dan Tertib Niaga
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
Whatsapp Ditjen PKTN: 0853-1111-1010