main-logo
header-image-18751
author-avatar-18751

Ditinjau oleh

Mardiana Hayati Solehah, M. Psi, Psikolog, Psikolog Klinis

Diterbitkan 17 Mei 2022

share-icon

105


Saat melangsungkan pernikahan, pastinya setiap pasangan berharap dapat hidup bersama hingga maut memisahkan. Sayangnya, pernikahan tidak seperti cerita dongeng, yang berakhir bahagia selamanya. Dalam menjalani pernikahan, pasangan akan diterpa dengan berbagai masalah, yang dapat menimbulkan konflik maupun ketidakpuasan.





Konflik merupakan cara untuk menguji komitmen pasangan, serta menguatkan kerjasama untuk menemukan solusi. Akan tetapi, pada beberapa pasangan, konflik yang muncul dapat menimbulkan kerenggangan, bahkan memutuskan untuk berpisah. Selain konflik berkepanjangan, keputusan untuk berpisah dapat disebabkan akibat perilaku yang tidak bisa ditoleransi, seperti perselingkuhan maupun kekerasan dalam hubungan. 





BACA: 7 Dampak Negatif Bertengkar di Depan Anak





Mengambil keputusan untuk bercerai merupakan hal yang sangat sulit. Terlebih bagi pasangan yang sudah memiliki anak. Anak yang terbiasa hidup bersama dengan Ayah dan Bunda kini harus memilih untuk tinggal dengan salah satunya. Belum lagi selama proses perceraian, anak terjebak dalam drama keluarga atau mendengar kedua orangtua saling menjelekkan satu sama lain. Perceraian dapat menimbulkan dampak psikologis pada anak, seperti di bawah ini: 





Masalah pengelolaan emosi-emosi negatif





Perpisahan adalah hal yang tidak diinginkan oleh siapapun, terutama oleh anak. Perpisahan orangtua merupakan perubahan yang sangat besar dalam kehidupan anak, seperti harus pindah rumah, sekolah, maupun menjauhkan anak dari lingkungan yang familiar untuknya. Kejadian yang tidak diinginkan maupun perubahan besar akan menimbulkan emosi-emosi negatif, seperti marah, sedih, kecewa, cemas, takut, dll, yang dapat diekspresikan dalam bentuk perilaku mengamuk atau agresivitas. 





Beberapa anak bisa menganggap diri mereka sebagai penyebab perceraian orangtua. Anak-anak yang mengalami perebutan hak asuh atau malah diabaikan oleh kedua orangtua yang berpisah, dapat merasa tertekan dan menganggap diri mereka tidak diinginkan. Emosi-emosi negatif dan pikiran-pikiran negatif yang muncul pada anak, bisa menimbulkan keluhan fisik, psikis, serta menurunkan kepercayaan diri anak. 





Penurunan performa akademis





Dampak perceraian terhadap anak juga dapat berpengaruh pada nilai akademis anak. Anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua yang bercerai cenderung memiliki nilai akademik yang lebih rendah, dibandingkan anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua yang lengkap. Kondisi ini biasanya mulai terlihat dari usia enam tahun dan mulai tampak di usia 13-18 tahun. Beberapa alasan menurunnya nilai akademik anak karena adanya perasaan ditolak, sendirian, depresi, dan terdistraksi karena kasus perceraian orang tua. Anak-anak dengan orangtua yang bercerai pun cenderung kurang percaya diri, sehingga mereka kurang berani untuk menunjukkan kemampuan mereka, kerap ragu-ragu, dan kurang termotivasi. 





Perasaan takut ditinggalkan





Pada anak, terutama yang berusia kecil, mereka masih sangat membutuhkan sosok orangtua. Anak-anak balita dengan orangtua yang bercerai, cenderung kesulitan untuk mempercayai orang lain, karena kurang menjalin kelekatan dengan orangtua. Mereka pun menunjukkan perilaku bergantung, seperti mudah menangis dan sangat takut untuk ditinggal. 





Penurunan kemampuan





Perceraian dalam menimbulkan stres pada anak, yang biasanya ditunjukkan dengan penurunan kemampuan. Misalnya anak yang sudah tidak mengompol, bisa kembali mengompol, ada perilaku kekanakkan, seperti menghisap jempol. Perilaku tersebut muncul karena anak ingin mendapatkan perhatian penuh dari kedua orangtuanya. Anak beranggapan bila perilaku mereka kembali seperti bayi, maka mereka akan kembali diperhatikan oleh orangtua. 





BACA: Tanda-tanda Anak Kurang Perhatian Orang Tua





Potensi menimbulkan gangguan emosi





Dampak perceraian pada anak usia dini lainnya adalah munculnya perasaan bingung. Anak akan merasa bingung karena tiba-tiba harus hidup berpindah-pindah antara rumah satu dan rumah lainnya. Kehidupannya bersama kedua orang tuanya kini terpisah dan terbagi. Anak pun takut melihat orangtuanya yang semula saling mencintai, tapi kini malah saling membenci dan berpisah. Hal ini bisa menimbulkan perasaan takut pada anak jika suatu hari anak tidak lagi dicintai oleh Ayah atau Bunda. Bila emosi-emosi negatif yang dialami anak tidak diwaspadai dan ditangani dengan tepat, dapat bertumpuk dan menimbulkan gangguan emosi, seperti gangguan cemas, bahkan depresi. 





Kesulitan bergaul





Dampak perceraian terhadap anak lainnya adalah terganggunya kehidupan sosial si kecil. Anak yang merasa sedih dan terpukul atas perceraian orang tua bisa membuatnya sulit bersosialisasi dan suka menyendiri. Perasaan takut ditinggalkan, tidak dicintai, dan takut dipersalahkan dapat membuatnya rendah diri dan sulit bergaul.





Meningkatkan perilaku berisiko





Dampak perceraian terhadap anak bisa berefek hingga anak remaja dan dewasa. Anak dengan kondisi orang tua yang bercerai dikhawatirkan lebih menunjukkan perilaku-perilaku berisiko, seperri penyalahgunaan obat, hubungan seksual di luar nikah, hingga keinginan untuk melukai diri. Perilaku-perilaku berisiko tersebut umumnya muncul pada anak yang kurang mendapatkan afeksi secara sehat sehingga kesulitan menyayangi diri mereka sendiri. Butuh bimbingan dan arahan yang tepat dari orang tua untuk menghindarkan anak dari hal-hal tersebut.





Bercerai adalah hal yang tidak diharapkan dan membutuhkan waktu serta proses yang panjang. Pasangan terluka dan anak-anak juga terluka. Walaupun begitu, pada beberapa pernikahan, ada hal-hal yang tidak lagi bisa dipertahankan dan memaksa bersama, malah mendatangkan lebih banyak luka dibanding kebahagiaan. Dalam kondisi tersebut, bercerai merupakan keputusan yang lebih baik dibandingkan memaksakan untuk tetap bersama. 





Meskipun orang tua sudah mencapai kata sepakat untuk berpisah, tetapi pastikan kesehatan mental anak tetap terjaga. Bunda dan Ayah perlu bekerjasama untuk tetap memberikan perhatian dan kasih sayang yang lengkap untuk anak. Hindari melibatkan anak dalam konflik keluarga atau menjadikan anak sebagai objek rebutan. Dibutuhkan bimbingan dan dukungan moral dari kedua orang tua pada anak untuk tetap membuatnya merasa dicintai dan diperhatikan. Kedua orangtua pun perlu membantu anak untuk beradaptasi dengan perubahan dan lingkungan baru.





Akan tetapi, jika Bunda melihat adanya keluhan-keluhan yang intens atau perilaku yang tidak dapat dikontrol pada anak, Bunda bisa berkonsultasi dengan profesional, seperti dokter maupun psikolog, untuk menemukan penanganan yang tepat untuk anak. Ayah-Bunda juga dapat turut berkonsultasi bila membutuhkan bantuan dalam mengatasi masa-masa sulit paska bercerai. 





BACA: Apa Dampaknya Jika Bunda Sering Membentak Anak?





Sumber:





UNAIR NEWS. 2019. the impact of divorce on child psychology condition





Very Well Family. 2021. The psychological effects of divorce on children





 Healthline. 2020. 10 Effects of divorce on children - and helping them cope





 Family Means. What are the effects of divorce on children?


Punya pertanyaan lain?

Tanyakan kepada dokter di aplikasi! Gratis!

Unduh aplikasi

Punya pertanyaan lain?

Tanyakan kepada dokter di aplikasi! Gratis!

Unduh aplikasi
footer-main-logo
appstore-logogoogleplay-logo
appstore-logogoogleplay-logo

Layanan Pengaduan Konsumen
PT Asa Bestari Citta
feedback@diarybunda.co.id

Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen Dan Tertib Niaga
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
Whatsapp Ditjen PKTN: 0853-1111-1010